DAS Tondano. |
“Kami sebagai masyarakat yang notabene tinggal dibantaran DAS Tondano sangat prihatin dengan gebrakan yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi dalam hal ini Badan Lingkungan Hidup (BLH) dengan berupaya untuk menerbitkan Perda DAS Tondano. Memang kami sadari DAS Tondano ibarat ‘hantu’ yang datang tiba-tiba ketika musim hujan. Seharusnya pemerintah dalam menerbitkan peraturan ataupun larangan haruslah melakukan sosialisasi kepada masyarakat, agar supaya kami bisa memahami. Selama ini kami tidak pernah mendapat informasi soal ranperda tersebut. Kami sadar bahwa tinggal dibantaran sungai memang sangat beresiko, tapi apa daya bagi kami keluarga yang kurang mampu,” ujar sejumlah masyarakat yang tinggal dibantaran sungai Tondano.
Tambah mereka lagi, sekarang ini banyak sekali oknum-oknum yang merusak hutan yang mengakibatkan tidak ada lagi resapan air sehingga air sungai meluap ketika musim hujan. Ini seharusnya yang menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah maupun aparat yang berkompeten untuk membasmi oknum-oknum tersebut.
“Kami hanyalah masyarakat kecil yang tidak tau lagi harus tinggal dimana jika rumah yang kami tempati harus digusur atau terkena imbas dengan terbitnya ranperda DAS Tondano. Kenapa oknum-oknum yang merusak hutan sengaja dibiarkan begitu saja, sedangkan kami yang harus menjadi korban dari aksi-aksi mereka,” ucap mereka dengan wajah sendu.
Seharusnya kata mereka, pemerintah dalam hal ini BLH maupun DPRD Sulut turun lapangan untuk melihat kondisi seperti apa yang terjadi disekitar bantaran sungai Tondano.
“Sungai Tondano banyak sekali dialiri sungai-sungai kecil yang notabene menjadi saksi bisu dari aksi oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Banyak sekali hutan sudah gundul akibat penebangan liar, tapi sangat disayangkan mereka-mereka hanya dibiarkan begitu saja. Padahal, ini yang menjadi faktor utama terjadinya banjir. Dalam proses perampungan ranperda DAS Tondano, kenapa BLH maupun DPRD Sulut dalam hal ini Pansus tidak pernah meminta tanggapan dari masyarakat, ataupun turun melihat kondisi sungai,” ulas mereka, sembari menambahkan, kami sangat prihatin tapi apa daya kami hanyalah masyarakat kecil yang tidak pernah mendapat perhatian dari pemerintah.
“Ranperda DAS Tondano hanyalah sebuah alat bantu untuk meraup kepercayaan public, padahal tidak mencerminkan adanya keuntungan bagi masyarakat kecil,” tambah mereka lagi.
Sumber: mu
Editor: Ferlyando
COMMENTS