Jakarta - Pro dan kontra atas kebijakan pemerintah yang menaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bensin dari Rp 6500 ke Rp 8500 bahkan solar, ramai dibicarakan dan kini menjadi trending topic di sosial media seperti, twiter dan sebagainya.
Pengamat kebijakan publik dan juga Ketua Asosiasi Perencana Pemerintah Indonesia (AP2I) 2008-2012 dan dosen pengadaan barang/jasa pemerintah di Mabes Polri dan TNI Dr Hasudungan Sihombing yang kerap di sapa Bang Has mengungkapkan bahwa dirinya tak menolak sama sekali apa yang telah menjadi kebijakan pemerintah untuk relokasi anggaran apapun bentuknya termasuk pencabutan subsidi BBM.
“Hanya saja saya ragu mengenai penggunaan subsidi tersebut dapat digunakan untuk hal yang lebih baik atau kegiatan yang tepat,” kata pria yang berdarah Batak ini.
“Ada kekeliruan mengenai pengertian sektor produktif. Alokasi anggaran dari hasil pencabutan subsisi dikatakan pemerintah akan digunakan untuk membangun sektor-sektor yang produktif. Sementara kalau di cek ternyata mayoritas dana tersebut akan digunakan untuk sektor konstruksi di Kementerian PU Rp 81 triliun dan Kementerian Perhubungan Rp 45 triliun,” tuturnya.
Alokasi untuk sektor energi sendiri hanya sebagian kecil yaitu sekitar 10 triliun. Padahal masalah yang dihadapi adalah masalah energi.
Seharusnya kata Sihombing, dana dari hasil pencabutan subsidi BBM digunakan untuk pembangunan sektor energi agar masalah energi tuntas. Atau kalau belum tau mau dikemanakan uang tersebut maka lebih baik uang tersebut disimpan saja sebagai kekayaan negara atau SILPA.
“Hal itu lebih baik daripada pemerintah salah sasaran. Kalau salah sasaran kasian rakyat yang sudah menderita akibat inflasi yang ditimbulkan dari kenaikan harga BBM,” jelasnya.
COMMENTS