Jakarta – Pengamat politik dan akademisi Universitas Indonesia (UI) Effendi Ghazali saat tampil sebagai nara sumber dalam diskusi publik yang bertajuk “Kilas Balik Gerakan Rakyat Menolak Kenaikan BBM” Selasa (12/12/2014) di Restoran Pulau Dua, Jalan Gatot Subroto, mengungkapkan, pemerintah jangan langsung memindahkan beban fiskal sehingga terasa sempit ke rakyat, seharusnya melakukan metodologi benar dan jelas.
“Abraham Samad mengatakan, ada potensi kerugian bagi negara kita Rp 7000 triliun. Lalu, banyak pakar yang mengatakan potensi lagi-lagi, ini studi yang dilakukan oleh KPK dan itu layak ada dan di perangi oleh negara. Potensi KPK mafia tambang dan pajak 5 persen saja dari potensi diambil dari Rp 7000 triliun, maka ada Rp 350 triliun,” ujar Effendi.
Selanjutnya kata dia, semua kartu-kartu terhadap masyarakat belum tercapai. Lagi-lagi anti korupsi bagaimana pemerintah menanggapinya?
“Ada kalimat bukan urusan saya, saya disetiap media-media mengucapkan bela sungkawa atas meninggalnya M Arif. Jadi saya ikut berduka apapun alasannya. Ini bukan urusan stand up komedi karena demo itu urusan mahasiswa dan urusam Presiden menaikan BBM,” tegasnya.
Begitu pun, ada poin lagi dari pak Yusuf Kalla paling lama seminggu dalam konteks komunikasi ini sungguh menantang. Effendi menilai yang manakutkan jika mahasiswa yang dalam jumlah besar, mempertanyakan data tahun berapa angka kemiskinan, tahun berapa untuk menjamin kartu-kartu ini. Atau lain kata, pemerintah tidak peduli. Disamping data gerakan apakah nilainya sampai atau tidak, urainya.
“Contoh, si Buya atau kerbau yang dibawah teman-teman kita di Bundaran HI. Jumlah banyak, datanya lengkap dan pesannya sampai. Yang pantas sekali interpelasi apa metodologi anda menaikan BBM. Semakin dimainkan isu Perppu semakin mati isu BBM,” jelasnya.
Editor : Jerry Massie
COMMENTS