JAKARTA- Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) terus mengusut kasus ijazah palsu yang dikeluarkan perguruan tinggi di negeri ini.
“Kami tetap telusuri perguruan tinggi swasta (PTS) yang masih menerbitkan dan memperjualbelikan ijazah palsu,” ujar Menristekdikti Mohamad Nasir dalam siaran pers yang diterima redaksi, Minggu (20/9).
Menteri Nasir menjelaskan PTS yang benar-benar terbukti menerbitkan ijazah ilegal itu akan diberi sanksi tegas berupa pencabutan izin operasi atau penutupan perguruan tinggi yang bersangkutan.
“Pemberian ijazah yang tidak benar itu merupakan pelanggaran hukum yang cukup berat di lingkungan pendidikan tinggi dan tidak perlu dimaafkan,” ujarnya.
Menteri Nasir menyebutkan dalam menuntaskan kasus ijazah palsu dan jual-beli ijazah, pihaknya telah bekerja sama dengan Mabes Polri, Kejaksaan Agung, serta Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
Manipulasi Data
Sementara itu, Ketua Tim Evaluasi Kinerja Akademik Perguruan Tinggi Kemristekdikti, Supriadi Rustad, mengatakan timnya menemukan PTS yang menerbitkan ijazah tanpa perkuliahan. "Kami menemukan banyak modus kecurangan dalam penerbitan ijazah," ujarnya.
Dua PTS yang diinspeksi adalah Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Yayasan Pembina Penyelenggara Administrasi Negara/Niaga (STIA Yappann) Jakarta dan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Dwipa Wacana Jakarta.
Kedua PTS tersebut sudah dinonaktifkan Koordinator Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis) Wilayah III. Namun, kedua kampus ini masih aktif menerima mahasiswa dan menerbitkan ijazah. Kedua kampus ini memiliki program studi terakreditasi B dan C pada 2012.
Manajemen kedua PTS ini tidak dapat menunjukkan sejumlah berkas yang diminta tim, seperti presensi mahasiswa, presensi dosen, kalender akademik, dan bukti pembayaran gaji dosen. Dari pemeriksaan, dosen tetap yang dilaporkan Kopertis terbukti fiktif.
"Mereka meminjam nama dan identitas dosen hanya untuk memenuhi syarat pembukaan program studi," ujar Supriadi.
STIA Yappann mendaftarkan enam dosen bergelar doktor (S3) sebagai syarat membuka Program Studi S2 Administrasi. Setelah diperiksa, keenam dosen tersebut sudah cukup lama tidak pernah mengajar, bahkan tidak pernah datang lagi ke kampus. Hal serupa juga terjadi di STIE Dwipa Wacana.
Dalam kurun 2009-2014, STIA Yappann menerima 8.331 mahasiswa. Saat ini, mahasiswa yang tersisa hanya angkatan 2014 sebanyak 148 orang. Sebanyak 8.183 mahasiswa lain di program studi S1 dan S2 sudah tamat dengan masa kuliah di bawah dua tahun. Mahasiswa dapat diluluskan dengan cepat menggunakan sistem sisip mahasiswa pindahan.
Di STIE Dwipa Wacana, manajemen kampus tidak dapat menunjukkan dokumen perpindahan mahasiswa dari kampus asal.
Saat inspeksi, menurut Supriadi, tim juga menemukan dosen tetap yang telah disertifikasi, tetapi tidak aktif mengajar. Dosen bersangkutan bahkan tidak memperoleh gaji pokok dari kampus. Pelanggaran lain yang ditemukan tim adalah pembukaan kelas jarak jauh di berbagai kota tanpa pengawasan dari manajemen kampus.
Sumber : Beritasatu
COMMENTS