Ketika Ken Marah

FOKUSMANADO.COM/Fanny Jonathans Poyk Jurnalis di Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

FOKUSMANADO.COM, CERITA - Oleh: Fanny J.Poyk di facebook

Di penghujung waktu amarah itu sudah mencapai puncaknya. Kediaman dan pendaman luka selama sepuluh tahun adalah kekuatan baja yang bersarang dan menguat hari demi hari. Jika saja jiwa menjadi rapuh, maka seluruh raga terasa bagai dicucuk sembilu, nyeri dan memilukan. Tapi itu tak boleh.

Penjajahan dan ketidakadilan adalah dua kata yang harus musnah dari segala lika liku kehidupan. Tubuh memiliki kemerdekaan untuk menjadi dirinya sendiri. Pikiran merupakan langkah selanjutnya yang mengiringi tubuh dalam kebebasannya. Tapi bila demokrasi itu tetap terkungkung, cukuplah sudah kesabaran.

“Aku harus mengambil tindakan!” ujar Ken di antara sesaknya dada yang menyengat dan berbunyi bagai detak jarum jam.

“Maksudmu?” Tanya Jum memandangnya penuh curiga.

“Tak bisa kukatakan padamu, sebab sekali mulut berbicara, maka rusaklah rencana yang telah kususun dengan baik.” Ken menekan bibirnya yang bengkak membiru. Kepalan tinju Mar membekas nyata di situ.

“ Mengapa kau tak pergi saja darinya? Bawa anak-anakmu. Titipkan mereka di rumah orangtuamu, kau memulai hidup baru dengan kemerdekaan penuh!”

Ken tertawa lirih. Waktu telah tertukar dengan pongahnya. Ia tak lagi mempunyai keberanian untuk bertaruh dengan ide-ide gila yang sebelumnya telah ia rancang dengan sistematis.

“Mengucapkan apa yang ada di benak memang mudah, namun melaksanakannya tak semudah membalikkan telapak tangan. Kau tahu, berkali-kali kulakukan, berkali-kali pula ia berhasil membekukku. Ia adalah manusia dengan panca indra yang telah terbentuk tajam sejak menikahiku. Ia ada di mana-mana. Itulah sebabnya, sudah kukatakan, puncak amarahku telah meluap, ada harga yang harus ia balas!” Mata Ken berapi-api.

***

Dan inilah kisah memilukan itu!

Pernikahannya telah berjalan sepuluh tahun, dua anak telah mereka peroleh. Cinta menggebu hanya tersisa di akhir tahun pertama pernikahan. Ken mulai melihat ada karakter yang sangat jauh berbeda dalam diri Mar. Menurutnya, Mar memiliki beberapa kepribadian yang sulit diduga datangnya.

Tahun ke dua, ketidakberesan itu kian tajam terlihat. Mar yang gagah, Mar yang sangat laki-laki, Mar tinggi dan tegap, Mar yang menghujani dirinya dengan ratusan kata cinta, Mar dengan kebengisannya, ah Mar dan Mar…kepalsuan itu mulai terkuak.

“Seminggu tanpa penyiksaan adalah seminggu yang sia-sia. Kau lihat seluruh tubuhku, penuh memar. Ia menyundut pahaku dengan rokok, memukul kakiku dengan kursi, menjotos pipiku seperti orang berlatih tinju, semua dilakukan kala ia kalah judi, mabuk dan uangnya habis dikuras perempuan malam. Ia seakan menemukan keasyikan tersendiri bila menyiksaku. Sesudahnya, bila dilihatnya aku sangat menderita, ia akan memelukku dan menyatakan permohonan maaf berkali-kali. Itulah derita panjang yang kujalani. Bayangkan sepuluh tahun, sepuluh tahun ketahan ini semua. Aku bahkan berpikir kalau diriku sudah terkena penyakit skizofrenia, aku kerap tertawa sendiri, terkejut bila mendengar suara-suara yang keras, aku juga kerap mendegar suara dengung di telingaku, suara-suara itu penuh amarah, ia mengata-ngataiku perempuan bodoh yang mau saja dijajah oleh lelaki seperti Mar. Aku benar-benar tak berdaya, dan saat ia memerkosaku di bawah ancaman sebilah pisau, aku sudah tak tahan. Aku sungguh tidk terima diperlakukan layaknya seekor anjing tatkala dia hendak ‘memakaiku’. Kemarahan ini sudah memuncak. Aku tidak bisa tinggal diam!”

“Tolong, jangan bunuh dia. Dia kakakku satu-satunya.” Jum memohon.

Ken kembali tertawa, pedih. Sepuluh tahun semua kenangan mengilas balik bak mimpi indah sebuah film India yang pernah ditontonnya di Balai Desa. Mar pemuda sekampung yang lama merantau di kota, pulang dengan tiba-tiba. Penampilannya hebat, mirip peragawan dengan gaya sangat maskulin. Ia terpesona melihat Ken, gadis desa adik teman sekelasnya. Ken yang telah berpacaran dengan Tum, tak kuasa menolak permintaan yang lebih tepatnya paksaan, kakaknya Ton. Mar, mengeluarkan kuasanya, segala penunjang yang membuat penampilan bak selebriti ia pamerkan.

“Sudahlah, terima saja lamarannya, nanti hidupmu tidak akan susah. Tum tak bisa diharapkan. Dia hanya lulusan pesantren, apa yang bisa diberikan dari seorang guru mengaji di kampung ini padamu? Kau tahu berapa penghasilan penduduk di sini? Kadang mereka tak sanggup membayar honor guru ngaji pacarmu itu. Ia pun lebih sering tidur dalam keadaan lapar di mushola, menunggu para ibu mengirimkannya makanan. Ibu tahu itu, karena Ibu kerap memberinya sepiring nasi. Pikirkan baik-baik ucapan Ibu!”

Ucapan Ibunya pun meluluhkan hatinya, cinta runtuh karena gelimang dan sogokan harta yang ditunjukkan Mar. Ibu dan Ton kakaknya juga terlena. Setiap malam Mar menjabangi rumahnya. Tum tersingkir tanpa khabar berita. Tak ada yang tahu kemana lelaki itu pergi, sepertinya ia ke luar dari desa dengan penuh ketakutan setelah diancam hendak dibunuh oleh Mar. Dan pada akhirnya, Ton, terduduk di kursi rumahnya saat tahu Mar tak lebih dari anggota geng Ibukota dengan jaringan yang meluas hingga ke seluruh provinsi. Bisnis ilegalnya, mulai dari narkoba, hingga pengiriman TKI ke mancanegara merajai hampir seluruh kawasan di Indonesia. Mar melenggang mulus tatkala orangtua Ken menerimanya sebagai menantu. Mas kawin yang berlimpah menutup semua keraguan yang semula muncul di benak ayah Ken. Tapi Ton menyesali semuanya, dan ini sudah terlambat. Ia bagai menyerahkan seonggok daging pada seekor serigala buas dengan bulunya yang lembut menipu.

“Jalani saja dulu, adikku. Jika ada hal-hal ganjil, pulanglah, aku akan melindungimu,” bisik Ton di bahu adiknnya, di hari pernikahan yang gempita itu.

“Ternyata, aku memang benar masuk ke sarang serigala!” keluh Ken.

Penyesalan itu kian memuncak, kenyataannya sang kakak Ton sama lumpuhnya dengan dirinya, ia hanya bisa menatap pilu saat sang adik mengadukan masalahnya dalam keadaan wajah memar dan membiru. Sepuluh tahun pernikahan hanya berisikan tindasan yang tiada akhir. Harkat sebagai manusia tidak lagi transparan, Mar mematikan semua akses demokrasi di diri Ken. Kembang desa yang merekah dengan warna mawar merah muda itu, hak azazinya sebagai manusia merdeka direnggut paksa oleh kekuasaan tanpa batas, kekuasaan yang diciptakan atas dasar siapa yang kuat dialah yang berjaya. Lalu, Ken mulai menangis, menangisi nasibnya yang malang. Tubuhnya yang sejak kecil tak pernah mengenal kepalan tangan, kini kian terbiasa menjadi tempat segala pelampiasan amarah Mar suami yang selalu muncul tiba-tiba tanpa sebab yang jelas. Dunia Ken jungkir balik, dalam mimpi terakhirnya yang terburuk sekali pun, kisahnya yang mengerikan ini lebih mengerikan dari mimpi-mimpinya itu.

“Manusia berhati iblis itu telah membawa aku ke kehidupan yang benar-benar di titik nol.” Adunya pada sang kakak. Luka di bibir yang baru saja dijahit masih meninggalkan rasa perih. “Ia menghajarku hanya karena aku menemui teman-teman SMAku saat reuni. Ia menuduhku berselingkuh dengan salah satu dari teman sekolahku itu. Sungguh, sedikit pun tak pernah terbersit di benakku untuk melakukannya.”

Ton geleng-geleng kepala. Malam ini dia menahan adiknya untuk tidak kembali ke Jakarta. Tapi itulah malam terganas yang pernah ia dan adiknya alami. Tatkala mereka melaporkan kejadian itu ke kantor polisi terdekat, tentang penganiayaan itu, bukan jaminan rasa aman yang mereka peroleh, namun bencana yang berkepanjangan.

“Mar menyeretku dari hadapan para polisi. Dengan sepuluh teman-temannya dan uang puluhan juta yang ditaruh di atas meja, keadilan itu telah dibelinya. Kakakku Ton dihajar habis-habisan hingga babak belur oleh teman-temannya. Aku sendiri digiring bagai anjing luka di hadapan para polisi itu. Mar mengacam sembari berteriak kalau siapa saja yang berani melindungiku, balasannya babak belur. Aku miliknya dan dia berhak memerlakukan aku seperti yang dia mau.”

“Jika kekuasaannya begitu tak terbatas, apa yang akan engkau lakukan?” Jum masih tetap curiga.

Ken tertawa sampai air matanya tumpah membasahi pipi. Tawa yang penuh luka.

***

Malam mendekati dini hari, Ken mengambil bubuk putih yang dibungkus rapat Mar, bubuk seberat hampir setengah kilogram itu terletak di sudut paling bawah dari lemari pakaian yang ada di kamar mereka.

“Jangan sekali-sekali kau bercerita pada orang lain tentang benda ini. Awas, jika kau sampai membocorkannya, akan kucincang kau menjadi perkedel!”

Ya, ancaman itu memang tidak main-main. Mar yang sadis memang pernah membunuh orang, teman sesama bandar narkoba yang mengkhianatinya. Mayat itu dipotong-potongnya dan ditaruh di lemari pakaian dalam kamar mereka. Ken gemetar, ia ingin menjerit. Namun kala itu, Mar yang juga tengah panik, menunjuknya dengan belati, tepat di perutnya. “Jika sampai rahasia ini diketahui orang lain, maka nasibmu akan sama seperti dia, si pengkhianat!”

Tapi kali ini tidak. Rasa takut telah terbunuh oleh menumpuknya amarah yang tertanam di benak, di dada dan di tiap desahan nafas. Mar memasukkan barang haram itu ke dalam tas plastik hitam yang sudah disiapkannya. Lalu ia bersijingkat meninggalkan kamar. Malam kelam. Di luar gulita memekat. Namun segerombolan orang berbaju hijau, menunggu di gelapnya malam.

“Dia sudah tidur, ini barang buktinya!”

Itulah kemarahan yang telah memuncak. Sepuluh tahun Ken menunggunya. Keberanian memang harus ia lakukan, jika tidak maka kemerdekaan tak pernah ia genggam. Ia menatap dingin tatkala rombongan tentara berpakaian hijau menggerebek rumahnya, lalu menyeret Mar yang masih tertidur dengan lelapnya. Lelaki itu berteriak dan berkata kalau ia tidak bersalah. “Itu bukan barang saya. Itu barang titipan orang lain, sungguh!”

Kali ini, semua alasan lenyap ditelan angin. Hukum yang ia ciptakan pada sang isteri tak berlaku lagi. Lelaki bertato naga yang menghiasi hampir seluruh punggungnya, meronta dan berkata kasar pada orang-orang yang membawanya.

“Lihat, aku tidak membunuhnya. Tapi aku membalas semuanya dengan cara yang elegan. Kakakmu akan dipenjara puluhan tahun di sana.”

“Jika ia bebas lalu mencarimu, bagaimana?”

“Dia tidak akan pernah bisa menemuiku lagi. Tidak akan pernah!”

“Kau mau ke mana?”

Ken membisu. Ketika Koran-koran memberitakan tentang kematiannya, juga tatkala Mar tahu kisah meninggalnya sang isteri, lelaki itu meringgis perlahan sambil bergumam, “Akhirnya kau telah menjadi milikku seutuhnya.”

***
Hm…biarlah begitu adanya. Ken dan dua anaknya memasuki pintu pesawat. Perlahan burung besi itu tinggal landas, terbang tinggi membelah angkasa, menuju sebuah negeri yang tak pernah diketahui siapa pun, termasuk keluarga besarnya.

“Kita akan ke mana Ibu?” Tanya puteranya.

“Ke negeri yang tak seorang pun tahu.”

“Mengapa kita harus pergi ke sana?”

“Karena di sana kita aman.”

“Kapan kita kembali ke rumah?”

“Nanti, sampai segala yang jahat telah musnah dari sana.”

Ya, sampai yang jahat telah musnah, itulah yang kini diidam-idamkan Ken.(Fanny Jonathans Poyk)

COMMENTS

Name

advetorial,73,artikel,3,balap,18,basket,4,berita utama,141,berita-utama,1239,beritautama,77,bitung,318,bolaang-mongondow,86,bolaang-mongondow-selatan,17,bolaang-mongondow-timur,50,bolaang-mongondow-utara,30,budaya,7,bulutangkis,35,Dunia Militer,4,ekonomi-bisnis,309,entertainment,203,gallery,47,gaya-hidup,45,Headline,23,hukum-kriminal,420,internasional,152,kesehatan,45,kotamobagu,60,manado,931,merciful-bisnis,4,minahasa,120,Minahasa selatan,22,minahasa-selatan,189,minahasa-tenggara,32,minahasa-utara,63,Minsel,40,nasional,633,Nusa Utara,5,olahraga,347,Opini,1,pariwisata,72,pemerintahan-politik,1381,pendidikan,97,religius,120,sangihe,44,sepakbola,207,sitaro,25,sulut,125,talaud,19,tekno,12,tenis,4,tinju,6,tomohon,100,tutorial-web,18,video,22,
ltr
item
FokusManado.Com : Tercepat Dalam Informasi: Ketika Ken Marah
Ketika Ken Marah
http://3.bp.blogspot.com/-9ZsPXWZZGM8/UI7ZtuKfhcI/AAAAAAAAArY/b-BWQQb39-I/s1600/Fanny+Jonathans+Poyk.jpg
http://3.bp.blogspot.com/-9ZsPXWZZGM8/UI7ZtuKfhcI/AAAAAAAAArY/b-BWQQb39-I/s72-c/Fanny+Jonathans+Poyk.jpg
FokusManado.Com : Tercepat Dalam Informasi
http://www.fokusmanado.com/2012/10/ketika-ken-marah.html
http://www.fokusmanado.com/
http://www.fokusmanado.com/
http://www.fokusmanado.com/2012/10/ketika-ken-marah.html
true
2964614751945099129
UTF-8
Tidak ada sambungan Tidak ditemukan tulisan apa pun LIHAT SEMUA Selengkapnya Balasan Cancel reply Delete PENULIS Home HALAMAN POSTS LIHAT SEMUA DIREKOMENDASIKAN UNTUKMU LABEL ARCHIVE SEARCH SEMUA POS Tidak ditemukan pos apa pun dengan permintaan Anda Back Home Minggu Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu Ming Sen Sel Rab Kam Jum Sab Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des just now 1 minute ago $$1$$ minutes ago 1 hour ago $$1$$ hours ago Yesterday $$1$$ days ago $$1$$ weeks ago more than 5 weeks ago Followers Follow THIS CONTENT IS PREMIUM Please share to unlock Copy All Code Select All Code All codes were copied to your clipboard Can not copy the codes / texts, please press [CTRL]+[C] (or CMD+C with Mac) to copy