FOKUSMANADO.COM - Hary Tanoesoedibjo |
"Keterlibatan saya dalam politik itu mengalir saja, sebetulnya kalau dilihat dari posisi saya sebagai pengusaha, masuk politik itu repot karena itu suatu dunia lain bagi saya. Namun, saya memutuskan `terjun` ke politik setelah mempertimbangkan cukup lama karena saya murni ingin berbuat sesuatu bagi bangsa," kata Hary pada diskusi publik yang diadakan oleh Jaringan Aktivis Pro Demokrat (ProDem) di Jakarta, Rabu.
Disamping keinginan untuk melakukan perubahan bagi bangsa, dia mengatakan alasan lainnya untuk masuk ke dalam politik karena dia tidak ingin masyarakat Indonesia, pada Pemilu 2014, memilih pemimpin yang tidak sesuai dengan kebutuhan bangsa.
"Kalau kita sampai mendapatkan pemimpin yang keliru dan yang tidak pas dengan kondisi bangsa maka kita harus menunggu lagi hingga 2019, dan itu bukan waktu yang singkat," ujarnya.
"Dan Indonesia sejak reformasi sampai sekarang belum ada perubahan besar menuju bangsa yang lebih baik. Ini sayang sekali, jadi kalau bukan kita yang peduli untuk mulai melakukan perubahan, siapa lagi?," lanjutnya.
Menilik dari pengalaman-pengalaman pemilu yang lalu, Hary mengkritisi sikap masyarakat yang cenderung memilih pemimpin berdasarkan pada ketenaran dari para kandidat pemimpin.
"Banyak dari masyarakat kita memilih pemimpin atas dasar popularitas. Hal ini `berbahaya` karena zaman sekarang popularitas bukan jaminan seseorang bisa memimpin," katanya.
Dia berpendapat, Indonesia memerlukan pemimpin yang mempunyai integritas dan yang motivasinya dalam memimpin adalah untuk mengabdi pada bangsa dan negara, bukanlah untuk dilayani oleh bangsa dan negara.
Oleh karena itu, menurut dia, para pemimpin partai politik harus berhati-hati dalam mengemban jabatan politik karena jabatan politik dinilai dapat mengubah sifat baik seseorang.
"Jabatan politik itu bisa mengubah sifat orang, yang tadinya mau melayani, bisa berubah jadi minta dilayani," ujarnya.
Selain integritas, lebih lanjut dikatakannya, pemimpin yang diperlukan Indonesia adalah yang mempunyai kapabilitas dalam memahami permasalahan bangsa dan mendorong seluruh jajaran pemerintahan untuk bekerja dengan satu tujuan, yaitu menciptakan masyarakat Indonesia yang adil, makmur, dan damai.
Hary Tanoesoedibjo adalah pengusaha yang memulai karir politiknya dengan bergabung ke Partai Nasional Demokrat (NasDem) pada 9 Oktober 2011. Namun, kiprah politik Hary yang baru `seumur jagung` kandas pasca pengunduran dirinya dari Partai Nasdem.
Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro menilai pengunduran diri Hary Tanoe dari jabatan Ketua Dewan Pakar dan Wakil Ketua Majelis Partai Nasional Demokrat, menunjukkan ia masih belum matang sebagai politikus.
"Mundurnya Hary Tanoe menunjukkan belum matangnya elite partai politik dalam mengelola perbedaan pendapat," kata Siti.
Dalam dunia politik, menurut dia, perbedaan pendapat adalah suatu dinamika yang wajar terjadi, apalagi di dalam internal suatu partai politik.(ant)
COMMENTS