Sinyo Harry Sarundajang
|
Untuk itu, Sarundajang berjanji akan menseriusi masalah pemberantasan kemiskinan di Sulut. Salah satu terobosan luar biasa yang dikeluarkan SHS dalam upaya mengatasi keberadaan rumah kumuh yakni dengan program bedah rumah, dimana masing-masing SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) wajib menganggarkan biaya untuk kebutuhan bedah rumah masyarakat Sulut yang dinilai benar-benar merupakan rumah tidak layak huni, dan yang bermukim betul layak dibantu.
Berbagai terobosan yang dilakukan Gubernur dua periode pilihan rakyat tersebut cukup membuahkan hasil baik. Dari data Badan Pusat Statistik (BPS), angka kemiskinan Sulut terus membaik. Hingga posisi akhir 2012 tercatat hanya 7,64 persen, berada di urutan kesembilan atau provinsi terbaik di wilayah Kawasan Timur Indonesia (KTI) sebagai daerah dengan angka kemiskinan terendah. Untuk angka kemiskinan terendah yakni DKI Jakarta 3,7 persen, disusul Bali 3,95 persen, Kalimantan Selatan 5,01 persen, Bangka Belitung 5,37 persen, Banten 5,71 persen, Kalimantan Tengah 6,19 persen, Kalimantan Timur 6,38 persen, Kepulauan Riau 6,83 persen dan Sulut 7,64 persen.
Dengan angka kemiskinan sebesar 7,64 persen, maka masyarakat Sulut yang masuk kategori miskin turun 0,54 persen menjadi 177,54 ribu jiwa, dibandingkan data terakhir pada Maret 2012 lalu, dimana tingkat kemiskinan Sulut masih tercatat sebesar 8,18 persen atau 189,12 ribu jiwa, tetapi memasuki awal tahun 2013 tahun ini telah terjadi penurunan sekitar 11,6 ribu jiwa sehingga posisi terakhir masyarakat miskin daerah ini hanya tercatat sebanyak 177,54 ribu jiwa. Dimana penurunan tingkat kemiskinan di Sulut lebih signifikan terjadi di daerah urban atau perkotaan yang berkurang 0,76 persen atau 7,6 ribu jiwa, sedangkan di daerah rural (pedesaan) hanya turun 0,36 persen atau 4 ribu jiwa.
‘’Pada dasarnya, penduduk miskin di Sulut terdiri atas dua kategori yakni miskin kronis (Chronic poor) dan miskin sementara (transient poor),’’ ujar Sarundajang sembari menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan miskin kronik adalah penduduk miskin yang berpenghasilan jauh di bawah garis kemiskinan dan biasanya tidak memiliki akses cukup terhadap sumber daya ekonomi, sedangkan miskin sementara yakni penduduk miskin yang berada di dekat garis kemiskinan sehingga terjadi sedikit saja perbaikan ekonomi, maka mereka dapat meningkat statusnya menjadi penduduk tidak miskin.
Sarundajang mengatakan, persoalan kemiskinan bukan hanya sekadar berapa jumlah dan prosentase penduduk miskin, tetapi dimensi yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan itu sendiri. Untuk Sulut, indeks kedalaman kemiskinan dan indeks keparahan kemiskinan mengalami perubahan yang cukup berarti, dimana untuk indeks kedalaman kemiskinan tercatat sebesar 1,180, sementara indeks keparahan kemiskinan September 2012 sebesar 0,297. Atas dasat tersebut, Sarundajang optimis bahwa angka kemiskinan di Sulut dapat terus diatasi tentu saja dengan kerja keras dan upaya bersama semua pihak.
‘’Langkah awal, mencari solusi untuk mengatasi 6 hal dari 14 variabel kemiskinan, dimana 6 hal tersebut terdapat pada unsur rumah tinggal. Dengan mengatasinya saya percaya dapat mengurangi jumlah penduduk miskin di Sulut,’’ tegas pemegang sertifikat Institute for Housing and Urban Development Studies Rotterdam Belanda ini.
Reporter: Alex
Editor: Ferlyando
COMMENTS