ilustrasi/gerhana mantahari. |
Gerhana matahari total diprediksi bisa diamati penuh pada sejumlah daerah di Indonesia. Bahkan jauh-jauh hari beberapa daerah sudah berbenah supaya terlihat menawan saat didatangi turis lokal maupun asing. Tak cuma itu, jauh-jauh hari kamar hotel sudah habis dipesan hingga setelah kejadian alam itu, dan sederet acara dipersiapkan.
Meski demikian, ada kabar fenomena alam itu akan dirayakan dengan kegiatan negatif, buat menyenangkan para turis mancanegara. Seperti terjadi di Sulawesi Tengah. Gerhana matahari kabarnya bakal diiringi dengan pesta pora menghadirkan musik hidup di Desa Ngatabaru, Kabupaten Sigi. Tempat itu memang salah satu titik pantau gerhana matahari total (GMT). Tentu banyak orang dipastikan menyerbu lokasi itu.
Hanya saja, tokoh agama Islam Sulawesi Tengah, Zainal Abidin, geram mendengar rencana itu. Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Palu itu mengajak masyarakat, khususnya umat Islam di daerah itu, tidak mengikuti dan terlibat dalam rangkaian acara itu.
"Informasi yang kami terima bahwa, akan ada kegiatan semacam party, dugem, dj, yang semuanya akan menampilkan budaya luar negeri yang diselingi dengan musik khas mereka dari luar negeri," kata Zainal yang juga Ketua Majelis Ulama Palu, di Kota Palu.
Zainal mengaku mendapat kabar itu dari sekelompok orang. Dia meminta, rangkaian kegiatan hura-hura dilaksanakan oleh turis asing di titik pantau gerhana di desa itu perlu ditolak.
"Kegiatan tersebut tidak sesuai dengan anjuran agama Islam, serta norma agama lain yang juga bertentangan dengan budaya yang ada di Sulawesi Tengah," ujar Zainal, seperti dilansir dari Antara.
Zainal meminta pemerintah daerah melakukan evaluasi terhadap rangkaian kegiatan pada pelaksanaan pemantauan gerhana matahari di desa itu, buat menghindari efek buruk. Dia juga berharap kepolisian mengusut informasi beredarnya narkoba dan minuman beralkohol di desa, buat mencegah dampak negatif kepada masyarakat.
"Kita minta adanya keterlibatan semua pihak. Pemerintah dan kepolisian untuk bertindak melakukan pengecekan serta evaluasi rangkaian kegiatan, yang akan dilaksanakan di titik pantau tersebut," ucap Zainal.
Desakan tersebut juga dilontarkan oleh Ketua Bidang Kebanseran sekaligus Satkorwil Banser Anshor Sulteng, Muhdar Ibrahim. Dia meyakini kegiatan pesta hura-hura dengan menghadirkan disjoki, tentu akan diselingi dengan narkoba dan miras di dalamnya.
Menurut dia, hal itu sangat tidak sesuai dengan kultur dan agama Islam, serta etika diyakini dan dilaksanakan oleh masyarakat Suku Kaili di Sulawesi Tengah.
"Kegiatan negatif di titik pantau GMT desa Ngatabaru sangat memberikan dampak negatif kepada masyarakat, khususnya kalangan muda sangat rentan terpengaruh dan mengikuti kegiatan tersebut," kata Muhdar.
Lain lagi dengan di Sumatera Selatan. Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumsel melarang umat Islam mengikuti rangkaian kegiatan gerhana matahari total (GMT) di Palembang. MUI menilai kegiatan tersebut cenderung musyrik dan condong ke perbuatan haram.
Ketua MUI Sumsel, KH Sodikun, menyayangkan panitia GMT menggelar acara bertentangan dengan Islam dan budaya Palembang. Acara dimaksud adalah gelaran ogok-ogok, ruwatan Sungai Musi, dan pelarungan Dewi Kwan Im bertepatan dengan GMT.
"Semua acara itu bukan tradisi Palembang, apalagi sifatnya musyrik. Kalau begitu hukumnya jelas, haram," kata Sodikun.
Menurut Sodikun, jika rangkaian harus digelar mesti dilakukan di tempat dan di waktu lain. Misal Ogok-ogok digelar di Mesuji, Ogan Komering Ilir, Dewi Kwan Im di Pulau Kemaro, dan ruwatan di daerah yang memiliki tradisi itu.
"Kami minta diundur atau dimajukan, tidak boleh tanggal 9 Maret itu. Dan juga tidak di Jembatan Ampera yang berdekatan dengan Masjid Agung," ujar Sodikun.
Sodikun melanjutkan, ruwatan sangat bertentangan dengan ajaran Islam. Sebab dianggap berdamai dengan makhluk halus menghuni sungai. Apalagi tujuannya meminta diberikan rasa aman dan sejahtera dari sesama makhluk tuhan.
"Yang memberikan semuanya tuhan, bukan kekuatan lain. Tapi malah mau mengundang makhluk halus, buat perjanjian, minta perlindungan. Jelas itu musyrik," ujar Sodikun.
Menurut Sodikun, dengan menggelar ruwatan, Sungai Musi akan menjadi tempat pesta pora makhluk halus. Makhluk halus akan merasa menjadi makhluk dibesarkan dan berkuasa di sungai itu. (MC/tim)
COMMENTS